Kami telah berada persis di depan pintu masuk gua, istirahat sejenak sambil membuka gembok yang mengunci mulut gua tersebut. Gua tersebut sengaja dikunci oleh warga agar tidak ada orang yang sembarang masuk ke dalam. Karena sungai bawah tanah yang berada didalam gua sangat diandalkan oleh warga untuk kebutuhan hidup, maka warga menjaga-jaga agar sungai tersebut tidak dirusak ataupun diracuni oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Akibat kelebihan beban maka kami berinisiatif untuk membawa perlengkapan dengan cara 2 kali bolak-balik. Beberapa barang kami tinggal di mulut gua yang selanjutnya akan diambil setelah barang yang pertama selesai diangkut kedalam.
Tak terasa waktu telah menunjukkan sekitar pukul 17.00 WIB. Jarak dari mulut gua hingga entrance sekitar 200 meter, melaluinya harus melewati lorong-lorong yang sempit hingga kami menunduk dan jongkok. Kadang dibeberapa titik terdapat genangan air yang membuat kami terpaksa untuk basah-basahan. Belum lagi beban yang berat tersebut ditambah dengan masuknya air hingga basah membuat beban semakin berat saja. Perjalanan begitu terasa disetiap detiknya, bentukan lorong dengan dekorasi stalaktit dan stalagmit serta beberapa chamber kecil membuat kami berada di dunia yang berbeda, penuh dengan hiasan alam. Sungguh indah.
Perjalanan begitu lambat hingga sekitar 45 menit kemudian kami tiba di entrance, ruang utama. Entrance ini lumayan besar dengan luas sekitar 20 x 9 meter dan tinggi langit-langit sekitar 12 meter. Kami beristirahat sejenak melemaskan otot yang sejak tadi menegang karena membawa beban yang berat. Cahaya sekunder yang berasal dari senter led saya nyalakan, menambah penerangan yang sebelumnya hanya diterangi oleh senter biasa. Ada perbedaan yang saya rasakan, ternyata napas kami tersengal-sengal. Sangat terasa sekali jika kita berada di ruangan hyper-CO2, dimana udara karbondioksida memiliki kapasitas yang lebih besar daripada oksigen. Gejala yang akan ditimbulkan adalah pusing dan sedikit mual. Setidaknya butuh sekitar 1 jam bagi kami untuk beradaptasi dengan kondisi udara seperti ini.
Sembari menyesuaikan diri, kami mempersiapkan peralatan yang akan dibutuhkan. Di depan terlihat bendungan yang memisahkan aliran sungai gua pada upstream dan downstream. Di bagian downstream, aliran sungai sangat deras. Hingga ketika saya mencoba bermain disana justru seringkali terbawa arus dan harus berpegangan erat pada batu-batu yang tajam. Kegiatan pertama adalah reconnaissance aliran downstream, dimana terdapat sebaran tulang belulang hewan. 4 orang kawan telah berada di sisi downstream bendungan, tak mau ketinggalan saya pun bergegas melewati bendungan tersebut.
Tidak mudah ternyata, pada sisi landai bendungan terdapat air tipis yang tidak dalam, namum memiliki arus yang sangat kuat membuat kaki saya selalu terpental dan harus menginjak bendungan tersebut lebih kuat. Tiba di ujung bendungan saya bergabung dengan mereka. Turun perlahan meluruskan kaki sembari mengecek kedalaman sungai. Lumayan dalam ternyata, sekitar sebatas pinggang hingga dada. Namun pada beberapa titik ada yang hanya sebatas betis saja.
Tidak jauh, kami hanya menyusuri sungai sejauh 60 meter. Namun temuan yang kami lihat justru sangat mencengangkan. Di setiap dinding maupun tonjolan batu yang berada di tengah sungai terdapat singkapan-singkapan fosil tulang hewan vertebrata seperti kuda nil, babi hutan, kerbau dll. Mulai dari tulang tibia, femur, vertebrae, semuanya dapat terlihat pada singkapan tersebut. Seolah-olah mereka muncul dari dasar sungai memperlihatkan eksistensi mereka di gua ini. Sedikit menarik bagi mereka yang hanya rekreasional menelusuri gua Seropan ini. Namun bagi kami selaku akademisi yang kebetulan temuan tersebut sangat terkait dengan bidang keilmuan kami, hal ini merupakan fenomenal.
Rasa penasaran langsung membayang begitu mata kami melihat singkapan tulang tersebut. Apakah ini? Bagaimana? Darimana? Banyak hal yang menggelantung dipikiran kami. Dengan hati-hati kami coba menyentuhnya dan memegang serta melihat langsung secara utuh dimensi dari beberapa temuan tulang tersebut. Berdiskusi dan berasumsi asal dan proses terbentuknya singkapan tulang tersebut di sungai ini. Mencoba berhipotesis secara spontanitas, menggali dan mempertajam kembali ingatan keilmuan yang didapat ketika kuliah dulu. (berlanjut...pegel ngetiknya..)
Tak terasa waktu telah menunjukkan sekitar pukul 17.00 WIB. Jarak dari mulut gua hingga entrance sekitar 200 meter, melaluinya harus melewati lorong-lorong yang sempit hingga kami menunduk dan jongkok. Kadang dibeberapa titik terdapat genangan air yang membuat kami terpaksa untuk basah-basahan. Belum lagi beban yang berat tersebut ditambah dengan masuknya air hingga basah membuat beban semakin berat saja. Perjalanan begitu terasa disetiap detiknya, bentukan lorong dengan dekorasi stalaktit dan stalagmit serta beberapa chamber kecil membuat kami berada di dunia yang berbeda, penuh dengan hiasan alam. Sungguh indah.
Perjalanan begitu lambat hingga sekitar 45 menit kemudian kami tiba di entrance, ruang utama. Entrance ini lumayan besar dengan luas sekitar 20 x 9 meter dan tinggi langit-langit sekitar 12 meter. Kami beristirahat sejenak melemaskan otot yang sejak tadi menegang karena membawa beban yang berat. Cahaya sekunder yang berasal dari senter led saya nyalakan, menambah penerangan yang sebelumnya hanya diterangi oleh senter biasa. Ada perbedaan yang saya rasakan, ternyata napas kami tersengal-sengal. Sangat terasa sekali jika kita berada di ruangan hyper-CO2, dimana udara karbondioksida memiliki kapasitas yang lebih besar daripada oksigen. Gejala yang akan ditimbulkan adalah pusing dan sedikit mual. Setidaknya butuh sekitar 1 jam bagi kami untuk beradaptasi dengan kondisi udara seperti ini.
Sembari menyesuaikan diri, kami mempersiapkan peralatan yang akan dibutuhkan. Di depan terlihat bendungan yang memisahkan aliran sungai gua pada upstream dan downstream. Di bagian downstream, aliran sungai sangat deras. Hingga ketika saya mencoba bermain disana justru seringkali terbawa arus dan harus berpegangan erat pada batu-batu yang tajam. Kegiatan pertama adalah reconnaissance aliran downstream, dimana terdapat sebaran tulang belulang hewan. 4 orang kawan telah berada di sisi downstream bendungan, tak mau ketinggalan saya pun bergegas melewati bendungan tersebut.
Tidak mudah ternyata, pada sisi landai bendungan terdapat air tipis yang tidak dalam, namum memiliki arus yang sangat kuat membuat kaki saya selalu terpental dan harus menginjak bendungan tersebut lebih kuat. Tiba di ujung bendungan saya bergabung dengan mereka. Turun perlahan meluruskan kaki sembari mengecek kedalaman sungai. Lumayan dalam ternyata, sekitar sebatas pinggang hingga dada. Namun pada beberapa titik ada yang hanya sebatas betis saja.
Tidak jauh, kami hanya menyusuri sungai sejauh 60 meter. Namun temuan yang kami lihat justru sangat mencengangkan. Di setiap dinding maupun tonjolan batu yang berada di tengah sungai terdapat singkapan-singkapan fosil tulang hewan vertebrata seperti kuda nil, babi hutan, kerbau dll. Mulai dari tulang tibia, femur, vertebrae, semuanya dapat terlihat pada singkapan tersebut. Seolah-olah mereka muncul dari dasar sungai memperlihatkan eksistensi mereka di gua ini. Sedikit menarik bagi mereka yang hanya rekreasional menelusuri gua Seropan ini. Namun bagi kami selaku akademisi yang kebetulan temuan tersebut sangat terkait dengan bidang keilmuan kami, hal ini merupakan fenomenal.
Rasa penasaran langsung membayang begitu mata kami melihat singkapan tulang tersebut. Apakah ini? Bagaimana? Darimana? Banyak hal yang menggelantung dipikiran kami. Dengan hati-hati kami coba menyentuhnya dan memegang serta melihat langsung secara utuh dimensi dari beberapa temuan tulang tersebut. Berdiskusi dan berasumsi asal dan proses terbentuknya singkapan tulang tersebut di sungai ini. Mencoba berhipotesis secara spontanitas, menggali dan mempertajam kembali ingatan keilmuan yang didapat ketika kuliah dulu. (berlanjut...pegel ngetiknya..)