8 mei 2010 lalu saya beserta 4 orang kawan yaitu Madha, Shinat, Icad dan Danang menapaki Gua Seropan yang berlokasi di desa Semuluh kecamatan Semanu kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakata. Keindahan gua ini tercipta dari stalagtit yang menggoreskan eksotisme 3D ornamen dan aliran sungai bawah tanah yang memanjakan mata. Di gua karst yang terbentuk di kedalaman 60 meter di bawah permukaan tanah ini terdapat air terjun yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dengan menggunakan microhydro technology. Banyak potensi yang dapat digali, seperti tinggalan arkeologis yang tersisa dalam setiap lapisan dinding gua tersebut.
Perjalanan berawal dari kampus tercinta FIB UGM, kami berkumpul mempersiapkan peralatan yang diperlukan. Tujuan utama kami kesana adalah menemani salah seorang kawan yang akan meneliti sebaran fosil tulang hewan yang terdapat di sekitar area downstream sungai bawah tanah Seropan dan cave diving untuk mengungkap sebaran fosil tulang hewan yang terdapat di area upstream Seropan. Perjalanan tidak begitu lama hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam dari Yogyakarta. Sebelum mencapai lokasi, kami sempat mampir di Alfamart kota Wonosari untuk belanja kebutuhan logistik selama di dalam gua.
Tiba di basecamp, kami sowan ke pemilik basecamp (rumah warga) dan disuguhi teh hangat. Selang beberapa menit datanglah 4 orang mahasiswa dari fakultas geografi UGM yang barusaja selesai melakukan penelitian tanah di sekitar gua Seropan. Mereka lalu berkumpul bersama kami menikmati manisnya teh ala desa Semuluh. terjadi pembicaraan yang hangat antara kami dan mereka, terutama Madha yang telah kenal dengan beberapa mahasiswa geografi tersebut. Sengaja kami tidak beergegas menuruni gua karena kami harus mengepak dan men-setting peralatan yang dibutuhkan. Tak terasa bahwa peralatan yang kami bawa ternyata sangat berat2 semua, terutama tiga buah tabung oksigen yang akan digunakan untuk cave diving. Belum lagi peralatan selam yang beratnya setara dengan satu buah tabung oksigen dan peralatan caving yang dibalut dengan 2 tackle bag.
Shinat dan tabung selamnya
Ada hal menarik dari caving kali ini yaitu berpadunya dua aliran caver dalam satu kegiatan yaitu caver american style dan european style. Apa perbedaannya? Caver European Style menggunakan clothing yang full melindungi seluruh body atau dinamakan coverall, sedangkan Caver American Style lebih cenderung menggunakan clothing yang simple dengan setelan kaos oblong dan celana pendek. Saya cenderung memilih American Style karena masalah klasik yaitu tidak ada coverall yang sesuai dengan ukuran badan saya yang kecil mungil,..hehe..
Tak terasa sudah 2 jam kami di basecamp. Saatnya bagi kami pamit kepada pemilik rumah untuk beranjak ke medan yang akan kami tempuh yaitu Gua Seropan. Madha, Shinat, Icad, Danang dan saya berurutan menuruni setiap anak tangga sebelum tiba di mulut gua. Lumayan melelahkan pada trekking pertama karena kami harus menuruni sekitar 60-an anak tangga, belum lagi dengan membawa beban yang super berat. Saya kedapatan ditugasi membawa satu set perlengkapan diving milik Shinat, beberapa bungkus logistik dan tentunya ransel saya sendiri. Sedangkan yang lain membawa 3 buah tabung selam, 2 tackle bag dan bawaan masing-masing.
Rutinitas seperti ini seringkali dijumpai pada mereka yang menekuni kegiatan penelusuran gua. Membawa beban yang berat yang didalamnya berisi peralatan akses naik dan turun gua, logistik makanan dan set pakaian. Belum lagi jika penelusuran bersifat keilmuan, harus menambah beberapa item yang dibutuhkan seperti skala mulai yang tongkat hingga yang kecil, writeboardmini, meteran, kompas dan kamera. Kebutuhan tersebut merupakan standar kegiatan yang diwajibkan. Beban berat seperti diatas bukanlah halangan untuk penggiat gua karena akan ada timbal baliknya ketika telah berada di dalam. Pada umumnya mereka yang menelusuri gua menganggap kegiatan tersebut sebagai rekreasional, yaitu menikmati keindahan gua melalui bentukan stalaktit, stalagmit serta indahnya entrance dan chamber yang dipenuhi teras ornamen-ornamen lintang. Sedangkan secara spesifik, penelusuran gua dapat bersifat keilmuan dilihat dari segi geografi, geomorfologi, geologi, arkeologi, mikrohidro dan masih banyak lagi cabang ilmu yang dapat diperoleh ketika penelusuran gua.
Mahasiswa selaku pembelajar dan penggiat alam, seringkali membenturkan dua pandangan tersebut menjadi satu. Hal ini biasa dijumpai oleh mahasiswa yang memiliki bidang keilmuan yang terkait dengan gua seperti yang telah dijelaskan diatas. Proses tersebut dimulai ketika mereka mulai memasuki ranah skripsi. Padahal sebelumnya cenderung kegiatan caving lebih kepada rekreasional saja. (berlanjut..pegel ngetiknya)
Tak terasa sudah 2 jam kami di basecamp. Saatnya bagi kami pamit kepada pemilik rumah untuk beranjak ke medan yang akan kami tempuh yaitu Gua Seropan. Madha, Shinat, Icad, Danang dan saya berurutan menuruni setiap anak tangga sebelum tiba di mulut gua. Lumayan melelahkan pada trekking pertama karena kami harus menuruni sekitar 60-an anak tangga, belum lagi dengan membawa beban yang super berat. Saya kedapatan ditugasi membawa satu set perlengkapan diving milik Shinat, beberapa bungkus logistik dan tentunya ransel saya sendiri. Sedangkan yang lain membawa 3 buah tabung selam, 2 tackle bag dan bawaan masing-masing.
Rutinitas seperti ini seringkali dijumpai pada mereka yang menekuni kegiatan penelusuran gua. Membawa beban yang berat yang didalamnya berisi peralatan akses naik dan turun gua, logistik makanan dan set pakaian. Belum lagi jika penelusuran bersifat keilmuan, harus menambah beberapa item yang dibutuhkan seperti skala mulai yang tongkat hingga yang kecil, writeboardmini, meteran, kompas dan kamera. Kebutuhan tersebut merupakan standar kegiatan yang diwajibkan. Beban berat seperti diatas bukanlah halangan untuk penggiat gua karena akan ada timbal baliknya ketika telah berada di dalam. Pada umumnya mereka yang menelusuri gua menganggap kegiatan tersebut sebagai rekreasional, yaitu menikmati keindahan gua melalui bentukan stalaktit, stalagmit serta indahnya entrance dan chamber yang dipenuhi teras ornamen-ornamen lintang. Sedangkan secara spesifik, penelusuran gua dapat bersifat keilmuan dilihat dari segi geografi, geomorfologi, geologi, arkeologi, mikrohidro dan masih banyak lagi cabang ilmu yang dapat diperoleh ketika penelusuran gua.
Mahasiswa selaku pembelajar dan penggiat alam, seringkali membenturkan dua pandangan tersebut menjadi satu. Hal ini biasa dijumpai oleh mahasiswa yang memiliki bidang keilmuan yang terkait dengan gua seperti yang telah dijelaskan diatas. Proses tersebut dimulai ketika mereka mulai memasuki ranah skripsi. Padahal sebelumnya cenderung kegiatan caving lebih kepada rekreasional saja. (berlanjut..pegel ngetiknya)
No comments:
Post a Comment