28.6.09

Indah yang dipaksakan

akhir2 ini sepertinya pagi mulai mendatangi gw...
kicauan burung nya makin kencang saja...
hingga gw gak mampu mendengar arah suaranya...

cahayanya baru sedikit saja yang terlihat...
masih berwarna merah....
belum keemasan...
tapi segini saja sudah cukup membangunkan gw dari mimpi...

kisah lain
di sudut bangku panjang....
malaikat itu bersandar...
ditemani bidadari lainnya yang sepertinya asik berbincang...
tak satu pun matanya mengarah ku...
yang lain berbisik...
"lebih baik kita pergi saja, banyak orang aneh disini"...

Lirih

gw tulis ini saat bingung....

udah gw coba melupakan mu...
hampir empat tahun berlalu...
sempat dalam hati untuk mencoba lagi...
namun tidaklah...
telah cukup bagiku kini...

apa salah gw...
ini udah terlalu sakit...
moga kamu membaca...
sedikit tentang ini...
rindu dirimu...

Dari Merapi untuk kita

beberapa waktu lalu aku bertemu dengan seorang tua renta di sebuah hulu sungai gunung Merapi. ia tidak menyapaku melainkan memukul ku sesaat waktu ku termenung melihat sorot matanya yang tajam. ia seorang kakek, berwajahkan pucat pasi, tubuhnya diselimuti kain hitam bagai malam. aku takut matanya menyorotku hingga ku mulai tak sadarkan diri. tubuhku terasa ringan seakan tas carrier di pundakku tak berisi. aku terlelap sejenak hingga ku terbangun. kakek itu masih berada disisiku. bibirnya yang keriput mengarah ke telingaku dan ia berbisik kepadaku.."kompensasi terhadap ulah manusia terbatas, saatnya kini alam membalas seluruh ulah manusia"(sadari hakikat kita sebagai manusia di bumi ini, hargailah alam).....

Untukmu Rinduku

saat ini baru kusadari
mu teramat berarti
mu adalah sepasang sayap muda
mulai beranjak terbang
meningalkan tanah pijakan
menuju cahaya impian

jika,
cahaya itu meredup
mu merasa lelah
pijaklah tanah itu
karena tanah itu adalah
aku

mu
saat ini
aku rindu

Gimana yahh...

mas...mas...
bingung mau kmana, tanya malu, niat nggak. bisa gak sih jadi seperti itu. liat deh gimana mereka bisa seperti itu, padahal susah loh jadi kaya gitu. harus punya pengalaman dan pengetahuan yang tinggi. malu kalo di tanyain orang, "eh kok gitu sih?" "tau dari mana lu?" "ah,..sok tau lu?". hehe...gak jadi ah, ngapain juga ya gw pikirin. anda juga gak tau maksud gw apa.

I. PROLOG

"yo wis yo..."

Kalimat itu terdengar. Tak berapa lama kemudian perbincangan pun ditutup. Sejenak Dia berfikir apakah gerangan yang terjadi?? apakah seseorang yang dia telepon sedang sibuk?? ataukah seseorang yang dia telepon memang sengaja untuk menghentikan pembicaraan karena tidak penting berbicara dengan dia. Dia berfikir sejenak, mungkin orang yang ditelepon sedang sibuk sehingga tidak bisa berbincang terlalu lama di telepon, namun dia berfikir sejenak lagi bagaimana mungkin orang itu sibuk sementara dia baru saja menelepon beberapa detik dan baru berucap beberapa kata saja dan tiba-tiba kalimat itu muncul....mulai dari situ lah dia berfikir bahwa dia sudah seharusnya merenung, menyadari dan melihat semua kejadian yang pernah dia alami.
Sejenak kemudian dia telah menyepakati fikirannya sendiri bahwa Lawu, sebuah gunung dengan ketinggian 3265 dpl di perbatasan Karanganyar dan Magetan, merupakan solusi yang tepat untuk merenung. Dari Lawu Dia akan membuktikan bahwa keseriusannya terhadap orang itu memang sungguh-sungguh.

Dia merupakan nama panggilan untuk seorang pemuda yang memiliki nama asli Radya. Ia merupakan salah satu dari ribuan mahasiswa yang beruntung kuliah di UGM. Jika tidak dibilang beruntung, mungkin mujur. Warna kulitnya hitam dan tubuhnya kecil sehingga dari SD sampai kuliah ia selalu mendapat peringkat satu untuk kategori orang terkecil, paling beruntung pun ia dapat peringkat dua. Perilakunya datar-datar saja, tidak ada yang istimewa, hingga kini pun tidak ada hal yang menarik untuk diceritakan kepada kawan-kawan rumahnya. Di akademik saat ini ia sedang menjalani semester 8 yang kata orang-orang merupakan semester kritis. Dimana puncak beban selama perkuliahan ditanggung disini, dimasa skripsi. Dan dari semester ini pula muncul masalah yang selama di Jogja ini belum pernah dialaminya. Jatuh Cinta.

Puspa. Gadis manis asli Jogja yang saat ini sedang kuliah di UGM, satu jurusan dengan Dia namun berbeda angkatan. Kulitnya putih, berjilbab dan tubuhnya tinggi untuk ukuran wanita Indonesia. Di kampus terutama jurusan, Puspa sangat dikenal. Terlebih memiliki paras manis tiada tara dan sangat baik. Dan satu hal yang terpenting disini Puspa adalah gadis yang dicintai Dia. Entah kenapa daya pikat Puspa begitu tinggi terhadap Dia. Padahal Dia hanya sekali bertemu langsung dengan Puspa saat itu ketika Puspa membutuhkan buku referensi untuk tugas makalah kuliahnya. Memang cinta dapat muncul begitu saja tanpa disadari dan direncanakan, benihnya tiba-tiba saja dapat menjadi sebuah pohon yang kokoh, namun rapuh ditelan riuhnya angin kekecewaan.

II. JOGJA-SOLO

4 Juni 2009. Jam menunjukkan pukul 18.10, Dia memulai perjalanannya meninggalkan Jogja menuju Solo. Dengan kendaraan sepeda motor yang ia pinjam dari sahabatnya. Keraguan untuk melanjutkan pendakian muncul ketika beberapa kali diperjalanan ia menemukan kejanggalan, dari hampir menabrak truk yang mendadak berhenti hingga hampir saja terjatuh ketika berhenti merapikan kondisi carrier yang miring posisinya selama perjalanan. Masih saja terbayang nama dan wajah Puspa dalam pikirannya, seandainya ia dapat merasakan perjuangan yang dilakukan Dia untuk menyatakan kesungguhan cintanya. Tiba di Solo pukul 20.20, Dia berhenti di depan gedung BNI menunggu kawan lamanya bernama Defri yang akan menjemputnya. Selama menunggu dilihatnya dua wanita berparas cantik sedang lesehan makan malam persis didepan Dia yang menunggu. Rupanya salah satu dari keduanya mulai mencuri pandang melihat Dia yang terlihat gagah dengan setelan Mapala-nya. Dia pun sempat memergoki lirikan mata wanita tersebut. “Ah lupakan saja, niatku bukan urusan wanita tapi Puspa”. Tak berselang lama Defri pun datang, dengan wajah pucat dia berkata “ Abis sakit gw Ki, 3 hari di IGD”. Dia kaget mendengarnya, dalam pikirnya berkata bisa juga kawannya tersebut sakit parah. “Hahh…cikungunya???, aneh banget penyakit lo?? Ga da yang lebih keren apa??”. Akhirnya mereka menuju ke kos Defri yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Bank BNI tersebut.

Tiba di kos Defri yang isinya seperti pasar klitikan yang tidak pernah disapu selama 3 tahun, Dia kaget melihat sesosok wanita yang sedang asiknya menggunakan komputer dengan pakaian tanktop dan celana super seksi. “Wah gila nih anak…”. Rupanya wanita tersebut adalah Ratna, anak Ekonomi UNS angkatan 08 yang dikenalnya waktu bersama Defri main ke rumah neneknya. Dia masih mengingatnya, ketika itu Dia bersama Defri mengajak Ratna untuk jalan-jalan ke Kopeng, sebuah tempat di kaki gunung Merapi. Untuk memperlancar acara tersebut, Dia dan Defri menjemput Ratna di rumah neneknya. Alangkah senangnya ketika itu di rumah neneknya tidak ada seorang pun, dan jadilah Ratna ikut. Defri dan Ratna sudah membayangkan indahnya nanti saat mereka berdua bermesraan di Kopeng. Dia pun membayangkan bĂȘte nya menjadi obat nyamuk dari pasangan tadi selama di Kopeng. Dan alangkah sialnya ketika itu persis saat kami berangkat datang lelaki tua yang menanyakan tujuan mereka, dan lelaki tua itu adalah kakeknya Ratna. Dan Defri pun menjawab spontan bahwa mereka akan pergi ke Boyolali untuk mencari data skripsinya Dia. Didalam hati Dia “Hahh..anjritt, kok jadi gw yang dijadiin alasan..biang kerok dasar..”. Lelaki tua itu pun tidak percaya dengan jawaban Defri dan akhirnya menarik Ratna untuk masuk ke rumah. Ratna pun menangis. Seperti peristiwa di film-film Defri mencoba menarik Ratna membujuknya agar tidak menangis. Di sudut lain kakek Ratna dengan gagahnya berteriak lantang memarahi Ratna dan Defri. Dia yang dari tadi hanya menjadi penonton terdiam dan terbayang, “ketika cinta sedang berada di puncaknya, tidak ada yang dapat menghalangi, baik keluarga ataupun orang lain. Untungnya gw tidak pernah merasakan hal seperti itu, karena cinta gw tidak pernah mencapai puncaknya, melihatnya pun tidak, selalu terkikis badai ketika melewati anak tangganya…”.

“Hoii…”, Defri mengagetkan Dia yang bengong mengingat peristiwa langka tadi. “Cewe gw balik dlu nih, gw mo nganter..”. “Yaudah gw tunggu disini aja..” Dia mempersilakan Defri untuk mengantar Ratna. Jam sudah menunjukkan pukul 21.15, “Anjrit lupa gw…Puspa…” Dia terlupa bahwa suara Puspa harus didengarnya, jika tidak alunan rindu akan mencabik-cabik dirinya selama tidur. Diangkatnya handphone. Tak berselang lama Puspa menjawab. Pembicaraan berjalan lancar, standar dan seperti biasa selalu ditutup dengan alasan Puspa yang ingin tidur. Tak apa, walaupun begitu, Dia cukup senang dengan mendengar suara dan kedewasaan Puspa.