8.9.09

Pas Foto 3x4

selembar kertas
ku dapat dengan keringat
ketika itu habis waktu
tak kudapati senyum itu

kecil memang
hanya selembar kertas
hitam putih
berlukis bidadari

selang waktu
berjalan setengah windu
masih kudapati lembaran itu
tersenyum memandangku

tak habis ku lirik setiap terjaga
memandang, berhayal, bercerita
walau kau selalu diam dalam bingkai
entah kapan cerita ini bisa ku mulai



Lawu in loneliness

perjalanan kadang menakutkan, namun disetiap harapan membuat kita berani melawan ketakutan itu

Cinta Alam...
Cinta Kehidupan...
Tanpa melupakan kebesaran Tuhan...


pagi itu jam menunjukkan pukul 08.15 wib. ku angkat tas carrier yang telah ku persiapkan untuk pendakian. salam sebentar kepada mas Budi penjaga Basecamp Cemoro Kandang, lalu ku langkahkan kaki menuju puncak. langkah awal perjalanan ini diawali dengan beratnya beban tas yang menekan punggung hingga memerah. terasa sekali bahwa aku sudah lama tidak berkegiatan seperti ini. matahari masih berada di ufuk timur, tertutupi oleh rimbunnya dedaunan Cemara Gunung dan gesekan dahan Cantigi. kicau burung Perjak keras terdengar disertai kokok ayam hutan.

langkah demi langkah ku lalui, menanjak dan selalu menanjak. sedikit tanah datar yang ku lalui untuk sejenak memanjakan kaki. ku dengakkan kepala untuk melihat jalur, terlihat didepan ratusan anak tangga berbahan tanah dan berkelok-kelok sedang menunggu hentakan kakiku. sementara tubuh ini meronta-ronta datangnya seteguk air mineral sebagai pelepas dahaga. cerahnya cuaca dan terangnya matahari pagi ternyata tidak mampu menerangi jalan yang ku lalui, selalu temaram dan menakutkan. seperti sore hari. karena cahayanya tidak mampu menembus tebalnya dedaunan hutan.

ku lihat jam telah pukul 9.20 wib, tidak lama lagi aku akan tiba di pos 1. istirahat sejenak mendinginkan tubuh yang hampir memuai menahan beban tanjakan. ku lanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di pos 1 Taman Sari Bawah pada pukul 9.40 wib. sepi kosong yang ada hanya ringkikan pohon yang saling bergesek. warung yang ada di pos ini pun tutup. tidak lama aku istirahat di pos ini, mengingat waktu yang masih sangat panjang untuk ke puncak. hanya sebentar minum dan memelihara ke-narsis-an ku, foto-foto.

pukul 9.50 wib langkah kaki sudah menjauhi pos 1. situasi masih sama seperti sebelumnya. Cemara gunung, beringin, dan karet hutan selalu menemani sepanjang perjalanan. semak dan perdu pun tidak hentinya mencolek tubuh yang letih ini. sepanjang perjalanan selalu ku bayangkan bagaimana para pendahulu kita ketika masa Majapahit memilih tempat seperti ini untuk dijadikan petilasan. sementara kondisi geografis dan geomorfologis tidak menunjang untuk landasan sebuah kebudayaan. hayalku terusik ketika seekor burung Kerak melintas di depan. seketika bulu kuduk ku berdiri. entah apa yang terjadi padahal sebelumnya tidak terlintas rasa takut pada diriku. apa mungkin Sunan Lawu dapat menembus batin khayalku hingga meresponnya dengan kedatangan burung tersebut.

mencengangkan, masih saja merinding sementara baru ku sadari tidak ada seorang pendaki pun yang telah ku temui. aku seorang diri. perlahan kaki ku langkahkan setelah burung itu menghilang dari bingkai penglihatanku. sedikit mengurangi ketakutan saat angin datang membuka dahan-dahan dan sinar matahari masuk menerangi jalan, bagai lukisan master pelukis alam Saseo Ono. tak berapa lama pos 2 Taman Sari Bawah terlihat dari kejauhan dan angin datang seakan menyambut kedatanganku. tak lama aku disini, sekitar 15 menit saja. dari sini, sesekali ku lihat jelas puncak Lawu gagah menjulang sebelum tertutup kembali oleh tebalnya kabut.

mendung mendapatiku ktika mulai melangkahkan kaki menuju pos 3 Cokro Srengenge. ku lihat jam tangan menunjukkan pukul 11.38 wib. tingkat kesulitan agak berkurang karena jalur yang landai namun sedikit bervariatif. ku berjalan melewati jurang-jurang dengan vegetasi rapat dan basah. mungkin sebelum aku tiba disini, hujan telah mendahuluiku. tak terasa betis dan paha ku basah, meredakan hangat yang semenjak tadi membelai tubuhku. celana Claw yang melapisi ku pun ikutan basah tak kuasa menahan terjangan air yang berasal dari pucuk-pucuk semak. istirahat ku sebentar dibawah papan peringatan bertuliskan "Hati-hati, Awas Jurang". ku menengok jalan ke depan terbentang jalur yang dinamakan Jurang Pangarip-arip. jalur ini terbentuk berdasarkan kontur morfologi punggungan yang di sebelah kirinya merupakan jurang yang sangat dalam. terpeleset sedikit akan terjatuh dan meninggalkan suara teriakan yang kelam.

kuberanjak dan bergerak melewati jalur tersebut. perlahan dan pasti sambil berdoa keselamatan kepada yang kuasa. dalam kesendirian ternyata manusia begitu lemah, hanya setitik kecil dalam jutaan buku di perpustakaan megah. di kejauhan kulihat kota Karanganyar begitu kecil, seperti kumpulan titik berwarna disertai garis yang menggambarkan jalan. terhitung tiga kali aku istirahat tak kuat menahan beban tas yang berisi tenda, pakaian dan survival kit. ketika istirahat, ku hanya diam mendengarkan suara angin dan gesekan pohon. tarian Rustania, Puspa dan ilalang hutan yang bergerak mengikuti irama angin turut memanjakan mata ini.

beberapa kali ku pejamkan mata hanya untuk mendengar suara ultrasonik yang dikeluarkan binatang-binatang hutan. alangkah indah alam ini ku rasakan ketika itu, tetes air mata tak mampu kuredam dalam kekaguman ini. seakan ku ingin berhenti hidup dan kembali sebagai semak belukar yang mengisi alam raya ini. kekagumanku berhenti seketika saat mencapai pos 3. tubuhku terasa dingin dan kerongkongan sakit karena tidak teraliri air. rupanya aku terlena saat istirahat dengan tidak menenggak setetes air pun. yang kutakutkan hanyalah dehidrasi. salah satu awal dari gejala hypothermia dan edema. dengan cepat ku ambil jaket penghangat dan air mineral dari tas. ku masuk kedalam bilik kecil yang bertuliskan Cokro Srengenge. Berlanjut.....