27.11.09

SISTEM PENGUBURAN MEGALITIK DI GUNUNG KIDUL (Kajian Situs Kajar, Sokoliman, dan Bleberan)

Sebuah Makalah Persembahan Dari Rizal Dhani

A. Pendahuluan
Latar Belakang
Peninggalan Tradisi megalitik di Daerah Istimewa Yogyakarta ditemukan didaerah kabupaten Gunung Kidul. Peninggalan tersebut berupa kubur-kubur peti batu, batu-batu tegak , arca-arca menhir serta lumpang batu. Penelitian terhadap tinggalan di daerah ini telah dilakukan oleh Vanderhop tahun 1935. Kubur batu di Gunung Kidul ditemukan di daerah Kajar, Wono Budo, Playen, Bleberan, Sokoliman, Gunung Abang dan Gunung Gondang. (Bagya Prasetyo dkk: 2004)
Salah satu konsepsi kepercayaan yang sangat menonjol dalam masyarakat prasejarah di Indonesia adalah sikap terhadap kehidupan sesudah mati. kepercayaan yang berlatar belakang animisme dan dinamisme tersebut mempunyai anggapan bahwa roh seseorang dianggap mempunyai kehidupan dialamnya tersendiri sesudah meninggal, sehingga perlu diadakan upacara-upacara sebelum dikuburkan. Konsepsi kepercayaan yang paling menyolok dalam kaitannya dengan upacara kematian adalah sistem penguburan, terutama bagi mereka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Sistem penguburan tersebut biasanya dilakukan secara langsung (Primer) maupun tidak langsung (sekunder) dengan menyertakan bekal kubur berbentuk benda-benda pusaka, senjata, perhiasan, dan mungkin juga makanan yang diletakkan dalam periuk-periuk sekitar mayat. Bekal kubur tersebut kadang-kadang juga berupa binatang (anjing, babi) dan manusia yang khusus dikorbankan dengan maksud agar arwahnya dapat ikut serta dengan roh si mati ke alam baka. Kehidupan di alam arwah dipandang sama keadaannya dengan dunia orang hidup, oleh karena itu kesejahteraan arwah harus tetap terjadi untuk menjaga kelangsungan hubungan dengan orang-orang yang ditinggalkan agar dapat terus berlangsung dengan baik (Soejono:1984 dalam Haris Sukendar: 1993).
Sistem religi di Indonesia mulai dikenal sejak adanya pola penguburan sederhana, yaitu menguburkan mayat dekat dengan tempat tinggal sehingga bercampur dengan peninggalan-peninggalan lain seperti alat-alat litik, cangkang-cangkang kerang dan sebagainya. Indikator yang dapat dijadikan petunjuk adanya sistem penguburan didasarkan pada temuan sisa rangka baik yang ada di lingkungan alam terbuka maupun yang ada di gua-gua atau ceruk. (Bagya Prasetyo dkk: 2004)
Permasalahan dan Tujuan
Pentingnya upacara kematian dalam proses hidup manusia telah menyebabkan berkembangnya sistem-sistem penguburan yang berlangsung pada masyarakat prasejarah. Akibatnya pada masa perundagian atau masa akhir prasejarah di Indonesia telah dikenal berbagai bentuk dan sistem penguburan yang beragam. Bukti-bukti tentang adanya berbagai bentuk dan sistem peguburan tersebut telah ditemukan disejumlah situs arkeologi yang terbesar diberbagai tempat di Indonesia.
Permasalahan yang muncul dari hal diatas, sehingga penulis berinisiatif untuk menyusun makalah ini adalah:
1. Bagaimanakah sistem penguburan di situs-situs megalitik di wilayah Gunung Kidul?

Tujuan pokok dari tulisan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai bagaimana sistem penguburan megalitik di wilayah Gunung Kidul.

Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penalaran induktif. Metode penalaran Induktif merupakan pemecahan masalah dengan mendeskripsikan data dan diakhiri dengan kesimpulan tanpa menggunakan hipotesis. Langkah-langkah penelitian dalam makalah ini terdiri dari beberapa tahap. Tahap yang pertama adalah mengumpulkan data. Data yang digunakan merupakan data-data sekunder yang berupa hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pokok bahasan yang dibahas dalam makalah ini sebagai obyek kajian analisis serta data-data mengenai sistem-sistem penguburan yang ada pada masa prasejarah sebagai acuan dalam proses analisis. Tahap yang kedua adalah tahap pengolahan data. Data-data yang telah diperoleh dianalisis sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Tahap yang ketiga atau yang terakhir adalah tahap penarikan kesimpulan.


Landasan Teori
Menurut Soejono (1969) sistem penguburan di Indonesia dilakukan dengan beberapa sistem yaitu sebagai berikut:
1. Penguburan langsung (tunggal dan ganda), yang mencakup:
a) Kubur primer tanpa wadah
b) Kubur primer tertutup (dengan wadah)menggunakan: Sarkofagus, Peti Kubur Batu, Kalamba/Waruga, Kamar batu, Struktur seperti Dolmen, dan Tempayan
2. PenguburanTertunda
a) Kubur sekunder tanpa wadah (lengkap dan selektif)
b) Kubur Sekunder tertutup (dengan wadah), menggunakan: Tempayan dan Sarkofagus (lengkap dan selektif).
3. Penguburan kombinasi (tunggal dan ganda)
a) Kubur primer tanpa wadah + kubur sekunder tanpa wadah
b) Kubur primer tanpa wadah + kubur sekunder tertutup (dengan wadah)
4. Penguburan terbuka (kadang-kadang diikuti dengan pengebumian selektif)
Selanjutnya Soejono mengatakan bahwa rangka-rangka pada kubur primer biasanya menunjukkan peletakan mayat dalam berbagai posisi yang terdiri atas 3 sistem utama yaitu sebagai berikut:
1. Posisi terlentang dengan berbagai cara penempatan anggota badan bagian atas.
2. Posisi terlipat atau semi terlipat, termasuk dorsal (terlentang) dan menyamping.
3. Posisi jongkok
4. Posisi sujud (sangat jarang)
(Soejono:1969: dalam Bagyo Prasetyo dkk: 2004)

B. Temuan Kubur di Gunung Kidul
Kompleks kubur peti batu di Gunung Kidul telah diteliti oleh J.L Moens pada tahun 1934, kemudian dilanjutkan oleh van der Hoop pada tahun berikutnya. Peti kubur tersebut antara lain terdapat di Kajar, Sokoliman, dan Bleberan. Pada kubur peti batu di Kajar ditemukan 35 individu bertumpukan pada kedalaman 80 cm dengan bekal kubur beberapa alat dari besi , antara lain arit. Temuan lain berupa cicin perunggu, dan sebuah mangkuk terakota. Pada salah satu rangka ditemukan sebialah pedang besi yang telah patah, dipegang ditangan kiri, sedangkan pada pedang itu sendiri melekat bekas-bekas tenunan kasar. Kubur peti batu yang ditemukan di Bleberan berisi 3 manusia bertumpukan dalam posisi terlentang dengan kepala di sebelah utara. Tiga buah benda besi terletak di atas dada rangka yang paling atas., cincin tembaga,pisau besi, dan beberapa manik-manik tersebar di antara rangka-rangka tersebut. (R.P. Soejono: 1984 dalam Goenadi: 1989). Ekskavasi yang dilakukan van der Hoop pada tahun 1935 di daerah Kajar, Sokoliman, Bleberan, Wonobudo, Gunung Abang dan Gunung Gondang ditemukan peti kubur batu berisi beberapa individu yang dikubur dengan posisi lurus. Bersama kerangka manusia juga ditemukan pula benda-benda dari besi dan fragmen perunggu, manik-manik serta benda-benda dari gerabah. (Bagya Prasetyo dkk: 2004)
Penelitian selanjutnya adalah pada bulan November 1985 dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta terhadap peti kubur batu di Sokolima. Dalam penelitian tersebut digali 3 kubur peti batu yang berkode D22A, D22B, dan D24B yang keaadaannya dianggap paling baik meskipun seluruh kubur tersebut terdiri atas pecahan gerabah(kereweng), tulang manusia, tulang hewan, fragmen logam, manik-manik, dan arang (Goenadi dan Haris Sukendar: 1986 dalam Goenadi 1989). Dari analisis terhadap temuan fragmen tulang manusia (setelah dianalisis) diketahui bahwa dari kubur D22A terdapat individu dan dari D22B ditemukan 5 individu, sedangkan dari D24B tidak dapat diidentifikasikan karena pecahannya sangat kecil. Hasil analisis tulang hewan terdapat 3 jenis hewan yaitu: Babi, banteng, dan rusa (Goenadi:1989).

C. Analisis Kubur
Pola hubungan Anatomis antara berbagai jenis tulang yang membentuk rangka dapat menujukkan posisi, sikap, bentuk perlakuan mayat/rangka (perlakuan pertama atau perlakuan kedua), dan orientasi mayat ketika dikubur. Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa semua penguburan di Gunung Kidul dilakukan dengan sistem penguburan langsung. Tulang-tulang yang ditemukan di situs-situs Gunung kidul ditemukan utuh walaupun sudah rapuh dan dalam posisi tertumpuk. Tidak ada indikasi adanya penguburan tertunda, ciri-ciri mayat yang dikubur tertunda akan memperlihatkan gejala susunan tulang yang tidak berhubungan secara anatomis (Soeprijo: 1982 dalam Lutfii: 2006), tidak berartikulasi, atau tidak lengkap (Soejono: 1977 dalam Lutfi: 2006), atau hanya diwakili oleh bagian-bagian tertentu dari rangka (Lutfi: 2006).
Selain itu, bukti yang menguatkan penguburan dilakukan secara langsung adalah semua penguburan dilakukan dengan wadah yang berupa peti kubur batu. Disebut peti kubur batu karena wadah kubur ini berbentuk seperti peti yaitu terdiri dari sebuah alas yang dibatasi dengan dua dinding memanjang dan dua buah dinding melebar serta dilengkapi dengan sebuah tutup. Masing-masing bidang terbuat dari lempengan-lempengan batu. Tidak ada temuan yang memperlihatkan penguburan sementara, seperti penguburan yang dilakukan didalam tempayan.
Berdasarkan data-data penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dalam satu wadah kubur ditemukan lebih dari satu rangka dengan posisi mayat diletakkan secara membujur lurus dengan keadaan terlentang namun karena terbatasnya data yang didapat tidak diperoleh keterangan secara lengkap mengenai sikap-sikap tubuh si mayat ketika dikubur.
Penguburan di Gunung Kidul juga dilengkapi dengan berbagai benda penyerta sebagai bekal kubur. Bekal kuburnya antara lain benda-benda dari besi dan fragmen perunggu, manik-manik, benda-benda dari gerabah tulang hewan, fragmen logam, dan arang. Adapun pengertian bekal kubur adalah berbagai perlengkapan atau jenis benda yang biasanya disertakan bersama mayat dalam satu penguburan (Joukowsky: 1980 dalam Lutfi: 2006), baik yang dilakukan pada penguburan langsung maupun tidak langsung, mencakup benda-benda upacara, perhiasan, hewan peliharaan, dan mungkin saja manusia (budak atau musuh) yang sengaja dikorbankan (Soejono:1977 dalam Lutfi: 2006). Bekal kubur umumnya diletakkan disisi atau berdampingan dengan mayat, atau dapat pula diartikan sebagai benda-benda yang diposisikan secara sengaja bersama mayat, tetapi bukan merupakan bagian dan struktur kubur atau peralatan yang digunakan untuk membawa mayat (Clark: 1975 dalam Lutfi 2006).

D. Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem penguburan megalitik pada masa prasejarah yang dilakukan di Gunung Kidul adalah sistem penguburan langsung (Primer) dengan menggunakan wadah yang berupa peti kubur batu. Penguburan juga dilengkapi dengan bekal kubur yang berupa benda-benda dari besi, fragmen perunggu, manik-manik, benda-benda dari gerabah tulang hewan, fragmen logam, dan arang. Di gunung kidul tidak ditemukan sistem penguburan sekunder atau penguburan tidak langsung. Hal ini tampak pada temuan tulang atau rangka manusia disitus megalitik Gunung Kidul, tidak ada yang ditemukan dalam wadah sementara seperti periuk.
Melihat dari temuan-temuannya dapat diketahui bahwa dalam prosesi penguburannya sudah ada upacara-upacara sebelum dikubur. Hal ini dapat dilihat dari bekal kuburnya yang berupa tulang hewan dan benda-benda gerabah, dimana keduanya merupakan perlengkapan pada upacara-upacara pada masa prasejarah bahkan sampai pada masa Hindu masih ditemukan.

DAFTAR PUSTAKA
.
Lutfi Yondri. 2006. Analisis Kubur Prasejarah Temuan Dari Gua Pawon. Kars Citatah, Kabupaten Bandung. Dalam Arkeologi Dari Lapangan Ke Permasalahan. Jawa Barat
Nitihaminoto Goenadi. 1989. Bentuk-bentuk Gerabah Kubur Peti Batu Sokoliman: Hubungan Dengan Tahap Penguburan. Berkala Arkeologi.
Prasetya Bagya, Dkk. 2004. Religi Pada Masyarakat Prasejarah di Indonesia. Kementrian Kebudayaan Dan Pariwisata Proyek Penelitian Dan Pengembangan Arkeologi. Jakarta
Sukendar Haris. 1993. Benda-Benda Logam pada Tradisi Megalitik di Indonesia (Kajian Peranan dan Fungsi). AHPA IV. Jakarta: Puslit Arkenas. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


No comments:

Post a Comment